Selasa, 25 Agustus 2015

Sekilas tentang Hukum Internasional

Pada umumnya, hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Adapun definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu seperti Oppenheim dan Brierly, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek hukum lainnya (Boer Mauna. Hukum Internasional; Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global; Edisi ke-2. Bandung: Alumni, 2005). Sementara itu, menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara: (1) negara dengan negara; (2) negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain (Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Alumni, 2003).

Sejarah
Dalam periodesasinya hukum internasional dapat dibagi dalam 2 masa, yaitu zaman kerajaan sebagai hukum internasional (HI) tradisional dan zaman kenegaraan sebagai HI modern.

a. HI Tradisional
Pada zaman india kuno sudah mengenal ketentuan yang mengatur kedudukan dan hak istimewa diplomat atau utusan raja, juga sudah terdapat ketentuan yang mengatur perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, serta tentang perang. Di zaman yunani kuno, dikenal ketentuan tentang perang dan penghormatan terhadap utusan kerajaan lain. Pada zaman romawi, diakui kekebalan pada duta.

b. HI Modern
Perjanjian perdamaian Westphalia dianggap telah meletakkan dasar bagi suatu susunan masyarakat internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan). Hukum internasional dalam arti sekarang, baru berkembang mulai abad ke-16 dan abad ke-17 setelah lahirnya negara-negara dengan sistem modern di Eropa dan dipengaruhi oleh karya-karya tokoh Eropa dari dua aliran yakni golongan naturalis dan golongan positivis. Pada periode tahun 1900 hingga tahun 1945, didirikan Liga Bangsa-Bangsa (LBB), sebuah organisasi internasional yang didirikan setelah Konferensi Perdamaian Paris tahun 1919, yang tujuannya menjaga agar dunia tetap aman dengan cara menyelesaikan sengketa lewat diskusi dan perjanjian. Munculnya Perang Dunia II mengakibatkan bubarnya LBB dan dibentuklah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Seusai Perang Dunia II, dimulailah tahap emansipasi politik bagi negara-negara terjajah ke dalam masyarakat internasional sebagai negara-negara yang merdeka dan sama derajatnya.

Subjek HI
Secara umum, subjek hukum diartikan sebagai setiap pemegang, pemilik, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan atau menurut hukum. Dengan kemampuan sebagai pemilik, pemegang, ataupun pendukung hak dan pemikul kewajiban, secara tersimpul juga adanya kemampuan untuk mengadakan hubungan-hubungan hukum antara sesamanya (Wayan Parthiana. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju, 2003). Adapun subjek-subjek hukum internasional adalah:

1. Negara
Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dan telah demikian sejak lahirnya hukum internasional. Menurut Konvensi Montevideo 1933, syarat adanya negara ialah:
(a) penduduk yang tetap;
(b) wilayah yang pasti;
(c) pemerintah;
(d) kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain.
Jika diamati dengan saksama, keempatnya dapat dikelompokkan ke dalam dua unsur pokok. Syarat poin a, poin b, dan poin c sifatnya riil, sedangkan syarat poin d adalah sifatnya non-riil. Syarat terakhir ini sukar untuk diukur secara pasti karena sifatnya sangat relatif dan subjektif, akan tetapi syarat terpenting adalah poin d. Jika belum memenuhi unsur “kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain” maka belum dapat disebut sebagai negara menurut Konvensi Montevideo 1933 (I Wayan Parthiana. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju, 2003). 

2. Organisasi Internasional
Organisasi internasional adalah suatu organisasi yang dibentuk dengan perjanjian internasional oleh dua negara atau lebih yang berisi fungsi, tujuan, kewenangan, asas, dan struktur organisasi. Organisasi internasional barulah diakui sebagai subjek hukum internasional yang berhak menyandang hak dan kewajiban dalam hukum internasional sejak keluarnya advisory opinion Mahkamah Internasional dalam kasus Reparation Case 1949. Keberadaan organisasi internasional sebagai salah satu subjek hukum internasional juga semakin diakui sejak adanya perubahan Konvensi Wina. Pada Konvensi Wina 1969 hanya diatur pihak dalam perjanjian internasional sebatas pada sesama negara, namun sejak Konvensi Wina 1986 pihak dalam perjanjian internasional tidak hanya sebatas sesama negara namun juga antara organisasi internasional dengan negara-negara anggota, organisasi internasional dengan negara lain, ataupun dapat pula antara sesama organisasi internasional.

3. Vatikan
Keberadaan Vatikan sebagai subjek hukum internasional, erat kaitannya dengan alasan sejarah. Kewibawaan Vatikan menjadikan negara-negara menghargai dan memberi tempat tersendiri kepada Vatikan dalam hubungan internasional sejajar dengan negara-negara dan subjek-subjek hukum internasional lainnya.

4. Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross)
Palang Merah Internasional atau ICRC hanyalah salah satu macam organisasi internasional, namun karena faktor sejarah, keberadaannya di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan strategis. Dikatakan unik karena awalnya Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional yakni di Swis. Palang Merah Internasional ini mempunyai peranan penting dengan dikuatkannya dalam Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.

5. Individu
Pengakuan hukum internasional terhadap individu sebagai subjek hukum internasional terbatas pada dimungkinkannya individu dituntut di depan pengadilan internasional untuk bertanggung jawab secara pribadi atas namanya sendiri terhadap kejahatan-kejahatan internasional yang telah dilakukannya. Dengan kata lain, hal tersebut berkaitan dengan tanggung jawab individu.

6. Pihak dalam Sengketa (belligerent)
Apabila di suatu negara terjadi pemberontakan yang memecah belah kesatuan nasional dan efektifitas pemerintahan maka keadaan ini menempatkan negara-negara ketiga dalam keadaan yang sulit terutama dalam melindungi berbagai kepentingannya di negara tersebut. Dalam keadaan ini lahirlah sistem pengakuan belligerency. Pengakuan belligerency ini bersifat terbatas dan sementara serta hanya selama berlangsungnya perang tanpa memperhatikan apakah kelompok yang memberontak itu akan menang atau kalah dalam peperangan (Boer Mauna. Hukum Internasional; Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global; Edisi ke-2. Bandung: Alumni, 2005).

Sumber Hukum Internasional 
Menurut Starke, ada lima kategori atau bentuk utama sumber hukum internasional (J.G. Starke. Pengantar Hukum Internasional 1 Edisi Kesepuluh, penerjemah: Bambang Iriana Djajaatmadja. Jakarta: Sinar Grafika, 2009), yaitu:
    1. Custom (kebiasaan)
    2. Treaties (traktat-traktat)
    3. Decision of judicial or arbitral tribunals (putusan badan peradilan atau arbitrase)
    4. Juristic works (karya-karya atau pendapat-pendapat para ahli hukum)
    5. Decision or determinations of the organs of international institutions (keputusan-keputusan dari organ-organ organisasi internasional).
Adapun menurut Piagam Mahkamah Internasional pada Pasal 38 ayat (1) mengatakan bahwa dalam mengadili perkara yang diajukan kepadanya, Mahkamah Internasional akan mempergunakan:
    1. Perjanjian internasional, yang diakui tegas oleh negara-negara yg bersangkutan;
    2. Kebiasaan internasional, yang telah diterima sebagai hukum;
    3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab;
    4. Keputusan pengadilan dan pendapat sarjana terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan kaidah hukum.
Tata susunan sebagaimana ditentukan Pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional tersebut umumnya diikuti dalam praktik. Perjanjian internasional (international convention), kebiasaan internasional (international custom), prinsip-prinsip umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab (the general principles of law) adalah sumber hukum primer, sedangkan keputusan pengadilan dan pendapat sarjana terkemuka dari berbagai negara adalah sumber hukum tambahan.

Pustaka:
  • Boer Mauna. Hukum Internasional; Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global; Edisi ke-2. Bandung: Alumni, 2005.
  • I Wayan Parthiana. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju, 2003.
  • J.G. Starke. Pengantar Hukum Internasional 1 Edisi Kesepuluh, penerjemah: Bambang Iriana Djajaatmadja. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
  • Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Alumni, 2003.
  • Sefriani. Hukum Internasional: Suatu Pengantar . Jakarta: Rajawali Pers, 2011