Perlindungan hak ekonomi, sosial, dan budaya (hak Ekosob) merupakan hal yang tidak boleh diabaikan di samping hak sipil dan politik. Seiring perkembangan masyarakat, tuntutan atas beragam hak asasi manusia termasuk hak Ekosob semakin beragam. Pada suatu undang-undang tentu banyak ditemukan muatan norma yang berkaitan dengan hak Ekosob. Oleh karena itu, sebagai lembaga peradilan yang memiliki kewenangan dalam pengujian undang-undang, Mahkamah Konstitusi memiliki peran penting dalam perlindungan hak Ekosob.
Apabila diamati pada Prolegnas 2015-2019, fokus kebijakan pembentuk Undang-Undang masih banyak didominasi bidang penegakan hukum dibandingkan bidang pembangunan kesejahteraan rakyat. Apabila negara berkomitmen membangun masyarakat yang maju dan sejahtera, maka sudah seharusnya pula negara berinisiatif untuk memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect), dan menghormati (to respect) hak-hak asasi masyarakat tersebut, khususnya hak-hak yang dekat dengan kebutuhan masyarakat. Ketentuan dalam suatu Undang-Undang yang seharusnya menjadi instrumen perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam pelaksanaannya dapat pula menimbulkan pelanggaran-pelanggaran hak Ekosob. Oleh karena itu sebagai lembaga yang berwenang menguji undang-undang, Mahkamah Konstitusi memiliki peran penting dalam penegakan HAM di bidang hak Ekosob, yang diwujudkan dalam putusan-putusannya. Mahkamah Konstitusi telah menghasilkan putusan-putusan yang menjadi pondasi maupun penerang bagi arah pembangunan hukum di Indonesia termasuk dalam perlindungan hak Ekosob. Esensi pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan-putusannya patut menjadi rujukan bagi pembentuk peraturan perundang-undangan dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang melindungi hak Ekosob.
Beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang mencerminkan peran Mahkamah Konstitusi dalam penegakan dan perlindungan hak asasi manusia yang berkaitan dengan hak Ekosob, antara lain, yaitu:
- Putusan Nomor 85/PUU-XI/2013 yakni pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
- Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, Mahkamah Konstitusi membatalkan secara keseluruhan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan;
- Putusan Nomor 28/PUU-XI/2013 mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian;
- Putusan Nomor 019/PUU-III/2005 yakni mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri (UU PPTKI);
- Putusan Nomor 70/PUU-IX/2011 yaitu dalam pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
- Putusan Nomor 100/PUU-X/2012 yakni pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya berkaitan dengan pembayaran upah pekerja/buruh;
- Putusan Nomor 67/PUU-XI/2013 yakni Mahkamah Konstitusi menegaskan kedudukan prioritas pembayaran upah pekerja dalam hal perusahaan pailit;
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011/PUU-III/2005 mengenai anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD;
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VIII/2010 perihal pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan kewajiban pembiayaan pendidikan dasar oleh Pemerintah.
Selain putusan-putusan tersebut, tentunya masih banyak putusan lainnya yang berkaitan dengan hak Ekosob. Setidaknya, berdasarkan putusan-putusan sebagaimana disebutkan di atas, terlihat bahwa terhadap persoalan yang berkaitan dengan hak Ekosob, Mahkamah Konstitusi pun turut memiliki peran penting dalam perlindungan hak Ekosob.
Sumber dan Link: (Selengkapnya termuat dalam Buku kumpulan tulisan berjudul "Mahkota Mahkamah Konstitusi: Bunga Rampai 16 Tahun Mahkamah Konstitusi", terbitan Rajawali Pers 2019)
Sumber dan Link: (Selengkapnya termuat dalam Buku kumpulan tulisan berjudul "Mahkota Mahkamah Konstitusi: Bunga Rampai 16 Tahun Mahkamah Konstitusi", terbitan Rajawali Pers 2019)