Pada Jumat, 23 Januari 2015, masyarakat dikejutkan dengan berita penangkapan BW, yang merupakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak sedikit yang bereaksi dan kesal dengan penangkapan yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri tersebut. Kekesalan masyarakat karena merasa penangkapan terhadap BW adalah mengada-ada dan dipandang sebagai upaya melemahkan KPK. BW ditetapkan sebagai Tersangka atas tindakan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu di sidang sengketa Pemilukada yang digelar di MK pada tahun 2010, dimana saat itu BW menjadi salah satu Kuasa Hukum. Polri sendiri melakukan penangkapan terhadap BW dengan dalih atas laporan masyarakat dan didukung oleh bukti yang cukup. Namun demikian BW merasa bahwa tindakan penangkapan terhadap dirinya tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan penangkapan? Bagaimanakah prosedur penangkapan?
Ketentuan yang menjadi dasar hukum mengenai Penangkapan dapat kita temukan di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu pada Pasal 16 sampai dengan Pasal 19. Penangkapan merupakan wewenang yang diberikan Undang-Undang (yaitu KUHAP) bagi penyelidik dan penyidik. Pasal 16 KUHAP menentukan bahwa untuk kepentingan penyelidikan maupun penyidikan maka penangkapan dapat dilakukan. Khusus untuk kepentingan penyelidikan maka penyelidik berwenang melakukan penangkapan dengan atas perintah penyidik. (baca: perbedaan penyidik dan penyelidik).
Penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana dan harus dengan berdasarkan bukti permulaan yang cukup [Pasal 17 KUHAP]. Penangkapan dapat dilakukan untuk paling lama satu hari [Pasal 19 KUHAP].
Pada saat melakukan penangkapan, petugas harus memperlihatkan surat tugas dan surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka yang ditangkapnya. Hal tersebut tentunya untuk memastikan bahwa orang yang akan ditangkap adalah orang yang sesuai dengan yang ada di surat perintah. Selain itu, surat perintah penangkapan tersebut juga harus menyebutkan alasan penangkapan dan uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa [Pasal 18 ayat (1) KUHAP]. Petugas juga harus memberikan tembusan surat perintah penangkapan tersebut kepada pihak keluarga dari orang yang dikenai penangkapan pada saat segera setelah penangkapan itu dilakukan.
Demikian pentingnya keberadaan Surat Perintah Penangkapan sebagai dokumen formal dalam melakukan penangkapan. Oleh karena itu seseorang yang tiba-tiba ditangkap maka ia berhak menanyakan kepada petugas mengenai surat tugas dan juga surat perintah penangkapannya.
Namun khusus untuk kondisi tertangkap tangan, Pasal 18 ayat (2) KUHAP membolehkan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah penangkapan. Jadi misalnya ada pelaku transaksi narkoba yang ditangkap saat melakukan aksinya maka tindakan penangkapan tersebut dibolehkan, dengan ketentuan bahwa petugas penangkap harus segera menyerahkan tertangkap (pelaku) tersebut beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
Dari uraian tersebut diketahui bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam penangkapan adalah:
- Surat Tugas
- Surat Perintah Penangkapan
- Jangka waktu dilakukannya penangkapan
- Kecocokan identitas pada Surat Perintah Penangkapan
- Alasan penangkapan dan uraian kejahatan yang disangkakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar