Kelahiran Mahkamah Konstitusi erat
hubungannya dengan momentum perubahan UUD 1945 karena hasil dari perubahan pada
tahun 1999-2000 tersebut memunculkan lembaga bernama Mahkamah Konstitusi
beserta kewenangannya. Kaitannya dengan kepastian hukum, awalnya pengujian
Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar (constitutional review) hanyalah sebatas undang-undang yang
diundangkan setelah perubahan UUD 1945. Hal
tersebut diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, “Undang-undang
yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Lebih lanjut disebutkan
dalam bagian Penjelasan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi bahwa yang dimaksud dengan setelah perubahan UUD 1945
adalah perubahan pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pada tanggal 19 Oktober 1999. Artinya,
undang-undang yang diundangkan sebelum
perubahan UUD 1945, tidak dapat diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah
Konstitusi.
Dalam perjalanannya, Mahkamah Konstitusi kemudian mengeluarkan putusan Nomor 066/PUU-II/2004 pada tanggal 12 April 2005. Perkara Nomor 066/PUU-II/2004 merupakan permohonan pengujian konstitusionalitas dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pengujian tersebut mempunyai keterkaitan dengan penentuan kewenangan Mahkamah Konstitusi karena putusan Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan uji materiil Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 akan menentukan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan uji materiil Pasal 4 dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri yang diundangkan sebelum perubahan UUD 1945. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 066/PUU-II/2004, tanggal 12 April 2005, dinyatakan bahwa Pasal 50 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Adapun pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 066/PUU-II/2004, tanggal 12 April 2005 tersebut adalah bahwa adanya Pasal 50 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi akan menyebabkan ketidakpastian hukum yang pasti menimbulkan ketidakadilan karena dalam sebuah sistem hukum akan terdapat tolok ukur ganda: pertama, yang diberlakukan terhadap undang-undang yang diundangkan sebelum Perubahan Pertama UUD 1945; dan kedua, yang diberlakukan terhadap undang-undang yang diundangkan setelah berlakunya Perubahan Pertama UUD 1945. Selain itu, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang kekuasaan dan kewenangannya ditentukan oleh undang-undang dasar. Mahkamah Konstitusi bukanlah organ undang-undang melainkan organ undang-undang dasar. Dengan demikian, landasan yang dipakai oleh Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan tugas dan kewenangan konstitusionalnya adalah undang-undang dasar.
Dalam perjalanannya, Mahkamah Konstitusi kemudian mengeluarkan putusan Nomor 066/PUU-II/2004 pada tanggal 12 April 2005. Perkara Nomor 066/PUU-II/2004 merupakan permohonan pengujian konstitusionalitas dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pengujian tersebut mempunyai keterkaitan dengan penentuan kewenangan Mahkamah Konstitusi karena putusan Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan uji materiil Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 akan menentukan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan uji materiil Pasal 4 dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri yang diundangkan sebelum perubahan UUD 1945. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 066/PUU-II/2004, tanggal 12 April 2005, dinyatakan bahwa Pasal 50 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Adapun pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 066/PUU-II/2004, tanggal 12 April 2005 tersebut adalah bahwa adanya Pasal 50 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi akan menyebabkan ketidakpastian hukum yang pasti menimbulkan ketidakadilan karena dalam sebuah sistem hukum akan terdapat tolok ukur ganda: pertama, yang diberlakukan terhadap undang-undang yang diundangkan sebelum Perubahan Pertama UUD 1945; dan kedua, yang diberlakukan terhadap undang-undang yang diundangkan setelah berlakunya Perubahan Pertama UUD 1945. Selain itu, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang kekuasaan dan kewenangannya ditentukan oleh undang-undang dasar. Mahkamah Konstitusi bukanlah organ undang-undang melainkan organ undang-undang dasar. Dengan demikian, landasan yang dipakai oleh Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan tugas dan kewenangan konstitusionalnya adalah undang-undang dasar.
Kepastian hukum dalam
pengujian undang-undang semakin jelas dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi. Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, pasal yang
membatasi undang-undang yang dapat diuji Mahkamah Konstitusi, yakni Pasal 50,
telah dihapus. Dengan dihapusnya Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi dan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011
maka kepastian hukum atau legalitas pengujian undang-undang terhadap
undang-undang dasar menjadi lebih terjamin. Terbukanya kewenangan Mahkamah
Konstitusi untuk melakukan constitutional review terhadap Undang-Undang yang diundangkan sebelum perubahan UUD 1945
menjadikan suatu jaminan perlindungan hukum jika ada Undang-Undang yang
melanggar HAM serta bertentangan dengan konstitusi, baik Undang-Undang tersebut
berlaku sebelum perubahan ataupun sesudah perubahan UUD 1945.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar