Sabtu, 31 Januari 2015

Hukum Acara Pidana

Pada dasarnya hukum acara pidana merupakan termasuk dalam ranah hukum publik. Hukum acara pidana adalah suatu peraturan-peraturan atau noram-norma yang mengatur bagaimana negara melalui alat-alat perlengkapannya bertindak apabila terjadi dugaan atau terjadi pelanggaran terhadap hukum pidana. Hukum pidana itu sendiri dapat terbagi atas hukum pidana materiil dengan sumbernya KUHP yang berisi peraturan-peraturan mengenai perbuatan-perbuatan yang dikenai pidana, serta ada hukum pidana formil dengan sumber KUHAP yang bertujuan menegakkan hukum pidana materiil. 
Tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari dan mendapatkan kebenaran materiil, dengan tujuan akhirnya yaitu menciptakan ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Hukum acara pidana termasuk dalam hukum publik, karena yang bertindak jika terjadi pelanggaran adalah negara melalui alat-alat perlengkapannya yaitu polisi, jaksa, dan hakim. sebagai negara hukum yang menegakan prinsip due process of law (baca: Aparat Penegak Hukum dan Due Process of Law) maka Polisi, jaksa, dan hakim dalam menjalankan acara pidana haruslah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu KUHAP dan perundang-undangan di luar KUHP yang mengandung ketentuan acara pidana. Adapun dalam buku Andi Hamzah (berjudul Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: 2000, halaman 2), hukum acara pidana ruang lingkupnya lebih sempit, yaitu hanya mulai pada mencari kebenaran, penyelidikan, penyidikan, dan berakhir pada pelaksanaan pidana (eksekusi) oleh jaksa. Pembinaan narapidana tidak termasuk hukum acara pidana. Apalagi yang menyangkut perencanaan undang-undang pidana.
Para pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana yaitu meliputi terdakwa maupun tersangka; saksi; penyelidik maupun penyidik; jaksa penuntut umum; hakim; penasihat hukum; serta lembaga permasyarakatan. Dalam asas-asas hukum acara pidana dikenal suatu asas yaitu asas akusator dan inkisitor. Inkisitor dan akusator merupakan sistem pemeriksaan yang digunakan dalam hukum acara pidana, yang mana kedua sistem pemeriksaan tersebut adalah berbeda. Dalam inkisitor pemeriksaan dilakukan secara tertutup, tanpa didampingi penasihat hukum, tersangka/terdakwa dipandang sebagai objek, serta menitikberatkan kepada pengakuan. Sedangkan akusator pemeriksaan dilakukan terbuka, dapat didampingi penasihat hukum, tersangka/terdakwa dipandang sebagai subjek artinya sama kedudukannya dengan pemeriksa, serta menitikberatkan kepada pembuktian ataupun keterangan terdakwa.
Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan universal, maka asas inkisitor telah ditinggalkan oleh banyak negeri beradab. Selaras dengan itu, berubah pula sistem pembuktian seperti contohnya alat-alat bukti berupa pengakuan kini diganti dengan “keterangan terdakwa”, begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan ahli. Dalam rangka mengimbangi perubahan sistem pemeriksaan dan pembuktian tersebut menjadikan para penegak hukum semakin membutuhkan penguasaan dan pengetahuan luas baik teknis hukum maupun ilmu-ilmu lainnnya yang mendukung acara pidana seperti kriminologi, viktimologi, kedokteran forensik, psikologi, dan lainnya. (baca: ilmu pendukung hukum acara pidana)  


Kamis, 29 Januari 2015

Praperadilan menurut KUHAP

Isu ketegangan hubungan KPK dan Polri kembali mencuat. Calon Kapolri BG ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK pada saat proses pemilihan, padahal Presiden Jokowi hanya mengajukan satu nama calon kepada DPR yaitu BG. Atas penetapan tersangka tersebut, BG mengajukan praperadilan. Presiden pun menunggu hasil proses praperadilan itu untuk mengambil langkah selanjutnya. Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan, apa itu praperadilan?

Ketentuan mengenai Praperadilan terdapat dalam KUHAP pada Pasal 1 angka 10 serta pada Bab X, Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili, Bagian Kesatu, yaitu Pasal 77 sampai dengan Pasal 83. Praperadilan adalah kewenangan pengadilan negeri, artinya jika seseorang hendak mengajukan gugatan praperadilan maka ia harus mendaftarkan gugatannya di pengadilan negeri setempat yaitu pengadilan tingkat kabupaten/kota. Permohonan gugatan tersebut ditujukan kepada ketua pengadilan negeri. 

Hal-hal apa saja yang dapat diajukan ke praperadilan? Menurut Pasal 1 angka 10 KUHAP juncto Pasal 77 KUHAP, ada tiga hal yang dapat diajukan ke praperadilan, yaitu mengenai:
  1. Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan;
  2. Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan;
  3. Permintaan ganti kerugian dan atau rehabiitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan.
  4. Sejak Putusan MK Nomor Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, lingkup Praperadilan pada Pasal 77 huruf a KUHAP menjadi termasuk pula permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan (lihat di sini)
Lalu, siapa sajakah yang dapat mengajukan gugatan praperadilan?
  1. Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan maka diajukan oleh tersangka, keluarganya atau kuasanya;
  2. Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan maka dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan;
  3. Permintaan ganti kerugian dan atau rehabiitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan maka diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan;
Adapun yang dimaksud dengan "pihak ketiga yang berkepentingan" menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-X/2012, bertanggal 21 Mei 2013, haruslah dimaknai termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan. Artinya jika misalnya ada seorang korban yang merasa keberatan dengan penghentian suatu proses penyidikan terhadap pelaku, maka si korban tersebut dapat mengajukan praperadilan atas penghentian penyidikan tersebut dan memohon agar penyidikan itu dilanjutkan.

Sidang praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan praperadilan maka hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. Pada saat pemeriksaan hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat yang berwenang. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. 

Apabila suatu perkara pokok sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan praperadilan tersebut gugur. Misalnya seorang yang ditangkap karena kasus penganiayaan, lalu mengajukan praperadilan mengenai penangkapan atas dirinya. Jika kasus penganiayaan tersebut kemudian lebih dulu mulai diperiksa di sidang pengadilan negeri, sedangkan permintaan praperadilannya masih dalam proses, maka permintaan praperadilan yang diajukannya tadi menjadi gugur. Hal tersebut karena praperadilan adalah suatu proses yang dilakukan sebelum perkara pokoknya diperiksa, itulah sebabnya praperadilan menggunakan pemeriksaan cepat dalam waktu 7 hari. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.

Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya serta memuat hal-hal sebagai berikut:
  1. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah; maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka;
  2. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;
  3. dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;
  4. dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dan siapa benda itu disita.
Menurut ketentuan Pasal 83 ayat (1) KUHAP, terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding. Mulanya ketentuan Pasal 83 ayat (1) ini terdapat pengecualian yaitu Pasal 83 ayat (2) bahwa kecuali putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, maka untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan. Namun ketentuan Pasal 83 ayat (2) KUHAP tersebut telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-IX/2011 bertanggal 1 Mei 2012. Dengan demikian terhadap putusan praperadilan tidak ada banding.


Rabu, 28 Januari 2015

Aparat Penegak Hukum dalam Pelaksanaan Due Process of Law di Indonesia

Negara Indonesia adalah negara hukum, demikianlah ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, konstitusi kita. Sudah seharusnya penegakan hukum di Indonesia memiliki dasar dan ketentuan dalam pelaksanaannya. Selain dasar hukum seperti Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdapat pula faktor lain dalam penegakkan hukum di Indonesia, yaitu aparat penegak hukum. Seringkali masyarakat mengeluhkan independensi dan profesionalitas aparat penegak hukum di Indonesia, hingga mengarah pada berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum. Dalam penegakan hukum maka berkaitan pula dengan peran aparat penegak hukum dalam memperlakukan masyarakat sesuai dengan hak asasi manusia.
Hak-hak asasi yang diatur dalam KUHAP merupakan suatu penegasan bahwa tersangka/terdakwa merupakan bagian dari masyarakat juga sehingga sudah seharusnya mereka mendapat perlakuan yang sama secara adil. Perlakuan kedudukan sama di hadapan hukum tersebut dapat tercermin dengan bagaiaman sikap aparat penegak hukum terhadap masyarakat. Hal tersebut karena aparat penegak hukum merupakan ujung tombak dalam penegakan hukum di Indonesia dan mereka pula yang berhubungan langsung dengan masyarakat, sehingga baik atau buruknya penegakkan hukum di Indonesia adalah dipengaruhi oleh sikap para aparat penegak hukumnya. Diperlukan pemahaman oleh para aparat penegak hukum mengenai hak-hak masyarakat yang berkaitan dengan hukum antara lain seperti hak untuk mempersiapkan pembelaan, hak mengetahui dakwaan, hak untuk mendapatkan bantuan hukum, penterjemah, pelayanan kesehatan, memperoleh peradilan secara adil dan terbuka, asas praduga tidak bersalah, hingga hak untuk mendapatkan rehabilitasi.
Peran aparat penegak hukum begitu penting dan kompleks. Lebih luas lagi dari itu adalah penegakan hukum di luar dari peradilan umum, mengingat di Indonesia telah dikenal kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Penegakan hukum kini tidak hanya terkait proses peradilan di bawah Mahkamah Agung. Dapat diartikan bahwa peradilan konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi pun dapat dikatakan bagian dari penegakan hukum. 
Aparat penegak hukum tentunya dalam proses penegakan hukum memerlukan sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja yang baik. Seringkali kita dengar kurangnya sarana dan prasarana aparat sehingga hal tersebut menjadi suatu kendala dalam pelaksanaan tugas para aparat penegak hukum. Contohnya adalah masih terbatasnya jumlah penjara untuk menampung para napi.
Elemen lainnya dalam bekerjanya aparatur penegak hukum yaitu elemen perangkat peraturan. Sudah tentu sebagai negara berdasarkan hukum, maka dasar hukum memiliki kedudukan penting dalam penyelenggaraan negara. Konsep negara hukum menurut Julius Stahl, salah satu elemennya adalah pemerintahan berdasarkan undang-undang, sementara itu menurut A.V. Dicey bahwa negara hukum "the rule of law" salah satu cirinya adalah due process of law (yang dapat diartikan proses peradilan yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan). Artinya dalam penegakan hukum maka aparat penegak hukum memerlukan suatu peraturan sebagai dasar hukum bagi mereka dalam menjalankan tugasnya tersebut. Perangkat peraturan tersebut akan memberikan kepastian hukum dan menjadi dasar kewenangan maupun kewajiban bagi aparat dalam menegakkan hukum. Demikian pula terhadap masyarakat, perangkat peraturan penegakan hukum selain memberikan kepastian hukum, hal tersebut juga untuk melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum.
Pemerintah dapat bertindak mengatur negara dan warga negara, namun demikian, setiap tindakan pemerintah tentunya memerlukan suatu dasar hukum agar masyarakat dapat menerima tindakan pemerintah tersebut dalam penyelenggaraan negara. Peraturan yang menjadi dasar hukum itu pun tentunya harus sesuai dengan cita-cita bangsa yang merupakan cermin keinginan warga negara. Dalam penegakan hukum, khususnya proses peradilan di negara hukum, tanpa adanya prinsip due process of law maka dapat terjadi tindakan sewenang-wenang terhadap masyarakat di hadapan hukum karena tidak ada aturan jelas yang mengatur jalannya proses peradilan. Sudah seharusnya masyarakat megetahui tahapan-tahapan dalam proses peradilan sehingga tidak menutup haknya dalam berproses di peradilan. Masih dapat dijumpai bahwa misalnya seorang terdakwa dikenai hukuman penjara maksimal karena dirinya tidak dapat membela diri. 
Seringkali terjadi adalah masyarakat tidak mengetahui bahwa suatu peraturan telah berlaku, sehingga tidak menyadari bahwa ada hak ataupun kewajiban maupun aturan yang mengatur terhadap dirinya, termasuk pula peraturan yang terkait dengan proses peradilan di Indoenesia seperti Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Artinya masih perlu tindakan maksimal dari pemerintah dalam sosialisasi menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang berlakunya suatu peraturan perundangan. Sudah menjadi tugas pemerintah dalam menyampaikan informasi berlakunya suatu peraturan kepada masyarakat. Pemahaman masyarakat terhadap suatu peraturan akan dapat mendorong kesadaran hukum masyarakat tersebut.
 


Selasa, 27 Januari 2015

Constitutional Review terhadap Undang-Undang yang Diundangkan Sebelum Perubahan UUD 1945


Kelahiran Mahkamah Konstitusi erat hubungannya dengan momentum perubahan UUD 1945 karena hasil dari perubahan pada tahun 1999-2000 tersebut memunculkan lembaga bernama Mahkamah Konstitusi beserta kewenangannya. Kaitannya dengan kepastian hukum, awalnya pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar (constitutional review) hanyalah sebatas undang-undang yang diundangkan setelah perubahan UUD 1945. Hal tersebut diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, “Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Lebih lanjut disebutkan dalam bagian Penjelasan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bahwa yang dimaksud dengan setelah perubahan UUD 1945 adalah perubahan pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tanggal 19 Oktober 1999. Artinya, undang-undang yang diundangkan sebelum perubahan UUD 1945, tidak dapat diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi.  
Dalam perjalanannya, Mahkamah Konstitusi kemudian mengeluarkan putusan Nomor 066/PUU-II/2004 pada tanggal 12 April 2005. Perkara Nomor 066/PUU-II/2004 merupakan permohonan pengujian konstitusionalitas dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pengujian tersebut mempunyai keterkaitan dengan penentuan kewenangan Mahkamah Konstitusi karena putusan Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan uji materiil Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 akan menentukan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan uji materiil Pasal 4 dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri yang diundangkan sebelum perubahan UUD 1945. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 066/PUU-II/2004, tanggal 12 April 2005, dinyatakan bahwa Pasal 50 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
Adapun pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 066/PUU-II/2004, tanggal 12 April 2005 tersebut adalah bahwa adanya Pasal 50 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi akan menyebabkan ketidakpastian hukum yang pasti menimbulkan ketidakadilan karena dalam sebuah sistem hukum akan terdapat tolok ukur ganda: pertama, yang diberlakukan terhadap undang-undang yang diundangkan sebelum Perubahan Pertama UUD 1945; dan kedua, yang diberlakukan terhadap undang-undang yang diundangkan setelah berlakunya Perubahan Pertama UUD 1945. Selain itu, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang kekuasaan dan kewenangannya ditentukan oleh undang-undang dasar. Mahkamah Konstitusi bukanlah organ undang-undang melainkan organ undang-undang dasar. Dengan demikian, landasan yang dipakai oleh Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan tugas dan kewenangan konstitusionalnya adalah undang-undang dasar. 
Kepastian hukum dalam pengujian undang-undang semakin jelas dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, pasal yang membatasi undang-undang yang dapat diuji Mahkamah Konstitusi, yakni Pasal 50, telah dihapus. Dengan dihapusnya Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maka kepastian hukum atau legalitas pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar menjadi lebih terjamin. Terbukanya kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan constitutional review terhadap Undang-Undang yang diundangkan sebelum perubahan UUD 1945 menjadikan suatu jaminan perlindungan hukum jika ada Undang-Undang yang melanggar HAM serta bertentangan dengan konstitusi, baik Undang-Undang tersebut berlaku sebelum perubahan ataupun sesudah perubahan UUD 1945.

Minggu, 25 Januari 2015

Penyelidik dan Penyidik

Penyelidik dan penyidik, keduanya dikenal dalam hukum acara pidana. Walaupun mirip namun bukan berarti keduanya sama karena penyelidik dan penyidik memiliki perbedaan. Menurut Pasal 1 butir 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang – Undang untuk melakukann penyelidikan. Adapun pada Pasal 1 butir 4 KUHAP menyatakan bahwa penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan. Dari ketentuan tersebut, secara sederhana perbedaannya ialah penyidik itu terdiri dari polisi negara dan pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang, sedangkan penyelidik itu hanya terdiri dari polisi negara saja. Tapi apakah benar hanya polisi saja yang berwenang sebagai penyelidik?
Dalam perkembangan saat ini, penyelidikan tidak hanya menjadi wewenang polisi saja. Saat ini di Indonesia telah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang di dalam melaksanakan tugasnya memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan juga penyidikan, walaupun petugas di KPK banyak diantaranya adalah polisi. 
Lalu bagaimana dengan penyidik? apakah ada penyidik selain polisi?
Pada Pasal 6 KUHAP ditentukan dua macam badan yang dibebani wewenang penyidikan, yaitu sebagai berikut:
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia. 
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU. 
Penyidik pejabat polisi negara tersebut diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, yang dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada pejabat polisi lain. Pejabat yang diberi wewenang menyidik oleh Undang-Undang tidak hanya polisi. Pejabat Imigrasi, Bea Cukai, Dinas Kesehatan, Tera, Pajak, Angkatan Laut untuk Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim, juga berwenang melakukan penyidikan, bahkan KPK juga dapat melakukan penyidikan.

Penyelidikan dan Penyidikan
Secara sederhana, jika dilihat dari tujuannya, penyelidikan merupakan tindakan awal untuk menyelidiki agar diketahui apakah suatu tindakan seseorang tersebut merupakan delik pidana. Petugas yang melakuannya disebut penyelidik. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Jadi tahap penyelidikan dilakukan sebelum tahap penyidikan. Pada tahap penyelidikan belum ditetapkan siapa tersangkanya. Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Petugas yang melakukannya disebut penyidik. Ujung atau hasil dari penyidikan adalah pelimpahan berkas ke penuntut umum (jaksa) untuk disidangkan di pengadilan. Ketika seorang tersangka diperiksa di pengadilan maka ia disebut sebagai terdakwa. 

Sabtu, 24 Januari 2015

Penangkapan Menurut KUHAP

Pada Jumat, 23 Januari 2015, masyarakat dikejutkan dengan berita penangkapan BW, yang merupakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak sedikit yang bereaksi dan kesal dengan penangkapan yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri tersebut. Kekesalan masyarakat karena merasa penangkapan terhadap BW adalah mengada-ada dan dipandang sebagai upaya melemahkan KPK. BW ditetapkan sebagai Tersangka atas tindakan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu di sidang sengketa Pemilukada yang digelar di MK pada tahun 2010, dimana saat itu BW menjadi salah satu Kuasa Hukum. Polri sendiri melakukan penangkapan terhadap BW dengan dalih atas laporan masyarakat dan didukung oleh bukti yang cukup. Namun demikian BW merasa bahwa tindakan penangkapan terhadap dirinya tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan penangkapan? Bagaimanakah prosedur penangkapan?
Ketentuan yang menjadi dasar hukum mengenai Penangkapan dapat kita temukan di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu pada Pasal 16 sampai dengan Pasal 19. Penangkapan merupakan wewenang yang diberikan Undang-Undang (yaitu KUHAP) bagi penyelidik dan penyidik. Pasal 16 KUHAP menentukan bahwa untuk kepentingan penyelidikan maupun penyidikan maka penangkapan dapat dilakukan. Khusus untuk kepentingan penyelidikan maka penyelidik berwenang melakukan penangkapan dengan atas perintah penyidik. (baca: perbedaan penyidik dan penyelidik). 
Penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana dan harus dengan berdasarkan bukti permulaan yang cukup [Pasal 17 KUHAP]. Penangkapan dapat dilakukan untuk paling lama satu hari [Pasal 19 KUHAP].
Pada saat melakukan penangkapan, petugas harus memperlihatkan surat tugas dan surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka yang ditangkapnya. Hal tersebut tentunya untuk memastikan bahwa orang yang akan ditangkap adalah orang yang sesuai dengan yang ada di surat perintah. Selain itu, surat perintah penangkapan tersebut juga harus menyebutkan alasan penangkapan dan uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa [Pasal 18 ayat (1) KUHAP]. Petugas juga harus memberikan tembusan surat perintah penangkapan tersebut kepada pihak keluarga dari orang yang dikenai penangkapan pada saat segera setelah penangkapan itu dilakukan.
Demikian pentingnya keberadaan Surat Perintah Penangkapan sebagai dokumen formal dalam melakukan penangkapan. Oleh karena itu seseorang yang tiba-tiba ditangkap maka ia berhak menanyakan kepada petugas mengenai surat tugas dan juga surat perintah penangkapannya.
Namun khusus untuk kondisi tertangkap tangan, Pasal 18 ayat (2) KUHAP membolehkan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah penangkapan. Jadi misalnya ada pelaku transaksi narkoba yang ditangkap saat melakukan aksinya maka tindakan penangkapan tersebut dibolehkan, dengan ketentuan bahwa petugas penangkap harus segera menyerahkan tertangkap (pelaku) tersebut beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. 

Dari uraian tersebut diketahui bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam penangkapan adalah:
- Surat Tugas
- Surat Perintah Penangkapan
- Jangka waktu dilakukannya penangkapan
- Kecocokan identitas pada Surat Perintah Penangkapan
- Alasan penangkapan dan uraian kejahatan yang disangkakan.

Wireless LAN

Apa itu Wireless LAN?
Jaringan Nirkabel atau WirelessLAN (WLAN) adalah teknologi jaringan yang tidak menggunakan perangkat kabel. Sesuai dengan namanya wireless yang artinya tanpa kabel, teknologi ini memanfaatkan gelombang radio untuk melakukan interaksi atau komunikasi antar unit komputer. Wireless LAN (WLAN) pada dasarnya adalah sebuah perangkat radio komunikasi data yang mampu menghubungkan antar komputer atau sebuah komputer ke sebuah local area network (LAN) ataupun sebaliknya. WLAN dapat digunakan untuk menghubungkan antar LAN, sehingga memungkinkan adanya resource sharing (penggunaan bersama) pada setiap komputer yang terhubung. Dengan mempergunakan perangkat ini maka kita dapat membuat LAN tanpa menggunakan kabel data jenis Ushield Twisted Pair (UTP) yang umumnya dipakai dalam sebuah jaringan komputer di samping jenis-jenis kabel lainnya seperti Shielded Twisted Pair (STP), Coaxial, dan Fiber Optic.
Saat ini WLAN sudah di-install in universitas-universitas, bandara-bandara, dan tempat-tempat umum lainnya, bahkan di rumah-rumah. Komponen WLAN  cukup mudah untuk digunakan di rumah, dengan set-up tertentu sehingga satu PC (PC orang tua, misalnya) dapat digunakan untuk share sambungan internet dengan seluruh anggota keluarga dan kontrol akses berada di PC orang tua. 

Komponen Wireles LAN
Fungsi utama dari Wireless LAN adalah untuk menjangkau wilayah LAN yang sulit dicapai dengan kabel tembaga biasa (copper wire), juga untuk menjangkau pengguna bergerak (mobile-users). Komponen utama dalam membangun jaringan WLAN adalah (i) Access Point, merupakan perangkat yang menjadi sentral koneksi dan berfungsi mengkonversikan sinyal frekuensi radio menjadi sinyal digital yang akan disalurkan ke perangkat WLAN yang lain dengan dikonversikan ulang menjadi sinyal frekuensi radio. (ii) Wireless LAN Interface, merupakan device yang dipasang di Access-Point atau di Mobile/Desktop PC, device yang dikembangkan secara massal adalah dalam bentuk PCMCIA (Personal Computer Memory Card International Association) card. (iii) Wired LAN, merupakan jaringan kabel yang sudah ada, jika Wired LAN tidak ada maka hanya sesama WLAN saling terkoneksi. (iv) Mobile/Desktop PC, merupakan perangkat akses untuk klien, mobile PC pada umumnya sudah terpasang port PCMCIA sedangkan desktop PC harus ditambahkan PC Card PCMCIA dalam bentuk ISA (Industry Standard Architecture) atau PCI (Peripheral Component Interconnect) card. 

Frekuensi dan Teknologi 
Frekuensi yang kini umum dipergunakan untuk aplikasi WLAN adalah 2.4 Ghz dan 5.8 Ghz yang secara internasional dimasukkan ke dalam wilayah licensce exempt (bebas lisensi) dan dipergunakan bersama oleh publik (frequency sharing). Dalam teknologi WLAN ada dua standar yang digunakan yakni standar indoor (802.11) dan standar outdoor (802.16). Agar dapat saling berkomunikasi, setiap peralatan wireless harus menggunakan channel yang sama. Pengguna dapat mengatur nomor channel saat melakukan instalasi. 
Teknologi yang digunakan untuk WLAN mayoritas menggunakan standar IEEE 802.11 (a/b/g). Perbedaan antar standar a/b/g ini adalah pada modulasi transmisinya yang menentukan kapasitas layanan yang dihasilkan. Pada standar 802.11b, kapasitas maksimalnya 11 Mbps, sedangkan 802.11g dapat mencapai 20 Mbps. Keduanya bekerja di frekuensi 2.4 Ghz. Sementara standar 802.11a bekerja pada frekuensi 5.8 Ghz. Karena lebar pita frekuensi yang lebih luas dan modulasi yang lebih baik, maka perangkat yang berbasis standar ini mampu melewatkan data hingga kapasitas 54 dan 108 Mbps dan menampung jumlah pengguna lebih banyak.

Minggu, 18 Januari 2015

Jika Isi Flashdisk Tidak Tampak atau Terlihat Kosong

Pernahkah anda mengalami isi flashdisk tidak tampak atau terlihat kosong? padahal anda tahu bahwa di dalamnya berisi file tertentu. Jangan panik, apalagi sampai memutuskan untuk mem-format flashdisk, hal itu justru menghilangkan isi file anda.
Indikasi demikian menandakan bahwa bisa jadi flashdisk anda terkena semacam virus yang menyembunyikan (hide) semua file dan folder dalam flashdisk. Adapun untuk mengatasinya adalah dapat dengan cara sebagai berikut:
1. Buka program Notepad di komputer/laptop (Start -> All Programs -> Accessories -> Notepad).
2. Tulis/ketik ini di Notepad:   attrib -r -s -h /s /d
3. Simpan/save dengan mengganti ekstensinya (akhirannya) yang awalnya .txt menjadi .bat. Misalkan file notepad itu di-save dengan nama "tampil.bat".
5. Copy-kan file "tampil.bat" ke flashdisk.
6. Double click file "tampil.bat"  di flashdisk.
7. Tunggu prosesnya, maka semua file atau folder yang tersembunyi akan tampil kembali di flashdisk anda.
Semoga membantu.

Rabu, 14 Januari 2015

Es Krim Medan

Pada masa Liburan Tahun Baru 2015, di kota Medan, saya sempat mencicipi salah satu hidangan terkenal di kota tersebut. Secara tidak sengaja teman saya mengajak reuni kecil-kecilan di salah satu tempat di kota Medan. Begitu teman saya mengusulkan restoran Tip Top sebagai tempat pertemuan, pikiran saya langsung meng-iya-kan dan membayangkan hidangannya. Tip Top memang merupakan salah satu tempat makan di Medan yang ingin saya kunjungi sejak lama. Info dan nama Tip Top sudah sejak jauh hari saya dengar dari program acara kuliner di media televisi.
Tibalah di lokasi siang itu, sekitar Pukul 13.00 WIB. Meskipun menjadi kunjungan pertama saya, Restoran Tip Top rupanya tidak sulit untuk ditemukan karena lokasinya berada di tengah kota Medan dan di pinggir jalan besar, yaitu di Jalan Ahmad Yani Nomor 92 Medan.
tip top tip-top-medan
Tiba saatnya pemesanan makanan dan minuman, teman saya menyarankan agar mencoba menu andalan restoran ini yaitu es krim. Setelah melihat gambar berbagai macam es krim di daftar menu, saya memutuskan untuk memesan es krim moorkop sebagai hidangan penutup. Moorkop disajikan di atas sebuah piring kecil. Dilihat secara sepintas, es krim ini berbentuk seperti jamur di Game Mario Bros. Di bagian dasar es krim terdapat roti, di tengahnya ada satu scoop es krim vanilla, dan di bagian bawah yang menjadi alasnya terdapat lagi roti. Es krim ini juga dilumuri coklat cair yang meleleh menjadikan siang hari itu menjadi terasa lebih sejuk.
moorkop
Tampaknya es krim Tip Top ini dapat menjadi referensi bagi pengunjung kota Medan. Cocok juga untuk tempat ngobrol dan bersantai. Salah satu teman pun mengakui sering menjadikan tempat ini sebagai pilihan untuk menyambut tamu atau teman dari luar kota. Mengingat lokasinya yang strategis, nyaman dengan adanya kursi santai, view jalanan kota Medan, menu makanan yang lengkap, dan tentu saja es krim yang lezat.

Senin, 12 Januari 2015

Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK 2015-2017

Pada hari ini, Senin, 12 Januari 2015, telah terpilih Ketua dan Wakil Ketua baru di Mahkamah Konstitusi periode 2015-2017. Pemilihan yang dilakukan di Lembaga Pengawal Konstitusi itu mulanya diagendakan hanya untuk memilih Ketua baru untuk mengisi kekosongan posisi yang sebelumnya dipegang oleh Hamdan Zoelva, mengingat masa jabatannya sebagai Hakim Konstitusi telah usai.

Agenda pemiihan dihadiri secara lengkap oleh 9 Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat, Anwar Usman, Aswanto, I Dewa Gede Palguna, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, Patrialis Akbar, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams. Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) tentang Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, pemilihan Ketua diawali dengan Rapat Pleno Hakim secara tertutup untuk memilih Ketua secara musyawarah mufakat. Pada tahap ini, rupanya secara aklamasi terpilih Arief Hidayat menjadi Ketua MK yang baru. Dengan terpilihnya Arief Hidayat sebagai Ketua MK maka posisi Wakil Ketua MK yang sebelumnya dipegang oleh Arief Hidayat menjadi kosong. Dengan demikian maka pemilihan dilanjutkan ke agenda untuk memilih Wakil Ketua MK yang baru. Pada tahap Rapat Pleno Hakim secara tertutup tidak ditemukan kesepakatan tentang siapa yang menjadi Wakil Ketua MK dan lalu muncul tiga nama Hakim Konstitusi yang menjadi Calon Wakil Ketua MK. Ketiga nama Hakim Konstitusi tersebut adalah Anwar Usman, Aswanto, dan Patrialis Akbar. Ketiganya kemudian maju ke tahap pemilihan dalam forum pleno yang terbuka untuk umum.

Jalannya Pemilihan
Jalannya pemilihan Wakil Ketua berjalan lebih ketat dibandingkan saat pemilihan Ketua. Setelah setiap hakim penyampaikan pandangan dan pesan-pesan yang diperdengarkan secara terbuka serta dihadiri para awak media massa, pemungutan suara pun dilakukan. Pada putaran pertama, menghasilkan 3 suara untuk Anwar Usman, 3 suara untuk Aswanto, 2 suara untuk Patrialis Akbar, dan 1 suara tidak sah karena memilih 3 nama sekaligus. Oleh karena tidak ada calon yang memperoleh jumlah minimal suara yaitu 5 suara (setengah + 1) maka pemilihan dilanjutkan ke putaran selanjutnya. Adapun 2 nama calon dengan suara terbanyak yaitu Anwar Usman dan Aswanto maju ke pemilihan tahap putaran kedua. Pada putaran kedua, menghasilkan 3 suara untuk Anwar Usman, 4 suara untuk Aswanto, dan terdapat 2 suara tidak sah karena keduanya memilih 3 nama sekaligus. Oleh karena masih belum ada calon yang memperoleh 5 suara (setengah + 1) maka pemilihan dilanjutkan ke putaran selanjutnya yaitu tahap ketiga. Pada tahap ketiga, diperoleh 4 suara untuk Anwar Usman, 4 suara untuk Aswanto, dan 1 suara tidak sah. Pada tahap ketiga, karena masih juga belum ada calon yang memperoleh 5 suara (setengah + 1) maka pemilihan dilanjutkan kembali ke Rapat Pleno Hakim secara tertutup untuk musyawarah. Namun pada rapat tertutup tidak pula diperoleh kesepakatan sehingga pemilihan dilanjutkan ke tahap pemilihan kembali secara terbuka. Pada tahap pemilihan berikutnya diperoleh 5 suara untuk Anwar Usman dan 4 suara untuk Aswanto, maka diperoleh hasil bahwa Anwar Usman terpilih menjadi Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.

Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi memiliki ketua dan wakil ketua baru untuk periode 2015-2017 yaitu Arief Hidayat sebagai Ketua dan Anwar Usman sebagai Wakil Ketua. Semoga kepemimpinan keduanya dapat membawa lembaga pengawal konstitusi negeri ini ke arah yang lebih baik.


ASET dan ASURANSI

Seringkali kita mendengar kata aset. Pemahaman kita mengenai aset pada umumnya akan langsung menunjuk benda-benda bernilai seperti rumah, tanah, mesin pabrik, gudang, alat-alat berat, kendaraan bermotor, dan benda-benda lainnya. Hal tersebut tidaklah salah, namun pengertian aset bukanlah semata-mata barang atau benda yang tampak terlihat oleh indra penglihatan. Keahlian, skil, pengetahuan, dan kesehatan juga merupakan aset yang tidak kalah penting nilainya. Seseorang yang memiliki keahlian tertentu maka keahlian tersebut dapat menjadi modal baginya untuk bekerja, oleh karena itu keahlian tersebut menjadi aset yang amat berharga baginya. Demikian pula kesehatan, ketika seseorang memiliki kesehatan yang baik maka ia dapat beraktifitas, bekerja dan berkarya, sementara itu jika kesehatannya terganggu maka ia kesulitan dalam beraktifitas, bekerja dan berkarya.
Begitu pentingnya aset bagi seseorang sehingga dibutuhkan perlindungan terhadapnya. Salah satunya dengan perlindungan asuransi. Ketika suatu aset terlindungi maka pemilik aset akan lebih merasa tenang dan juga aman. Diibaratkan seseorang yang sedang membawa barang-barang sepulang berbelanja maka ia akan merasa nyaman ketika ada orang lain yang membantu membawakan barang-barangnya tersebut. Demikian pula perlindungan asuransi, pada prinsip bertujuan untuk membantu seseorang untuk melindungi asetnya sehingga asetnya tetap terjaga dan ia merasa nyaman dan aman. Ketika sesuatu terjadi pada asetnya maka ia tidak sendirian karena ada orang-orang yang membantunya.